Recent post
Archive for Agustus 2014
ASAL PERTAMA MANUSIA
Terdapat dua versi dalam sejarah pertama asal muasal manusia
Terdapat dua versi dalam sejarah pertama asal muasal manusia
Veris Pertama
Perdebatan akan asal-usul manusia atau bahkan kehidupan makhluk hidup di
muka bumi ini masih menjadi tanda tanya besar dan diskusi panjang yang
tiada habisnya. Beberapa teori ilmiah telah mencoba untuk menjawab itu
semua. Akan tetapi terus mengalami keraguan dan kesangsian setelah diuji
seiring perubahan waktu yang menjadikannya tidak dapat diterima lagi.
Salah satunya adalah teori evolusi yang ditelorkan oleh Darwin. Konsep
kehidupan yang, menurutnya, berawal dari satu spesies hingga memunculkan
beragam makluk hidup seperti sekarang ini. Termasuk adanya manusia
sebagai makluk yang paling cerdik.
Disisi lain, sejarah penciptaan manusia
sebenarnya telah melegenda. Berawal dari satu manusia laki-laki dan
satu manusia perempuan yaitu Adam dan Hawa. Sebagaimana diinfomasikan
oleh dogma agama-agama besar (Yahudi, Nasrani dan Islam). Hingga pada
abad ini telah melahirkan (memunculkan) lebih dari 6 miliar manusia.
Tersebar di segala penjuru dunia. Dari cerita ini, banyak manusia yang
percaya begitu saja, walaupun memang ada hal-hal yang sedikit tidak
masuk akal. Penjelasan singkat dan ringkas yang dianggap cukup dan tidak
adanya kekritisan umat dalam beragama.
Diantaranya ialah bahwa Adam diciptakan oleh Tuhan dari tanah liat yang
dibentuk semisal sebuah boneka. Kemudian ditiupkan kepadanya ruh. Maka
jadilah Adam manusia dewasa yang hidup seketika itu juga. Selanjutnya di
tempatkan di dalam surga. Tapi Adam merasa kesepian karena hanya
seorang diri. Maka Tuhan pun menjadikan calon istrinya – Hawa. Caranya,
Tuhan mengambil salah satu tulang rusuk Adam. Dari tulang rusuk Adam
itulah kemudian tercipta Hawa sebagai manusia dewasa yang hidup.
Tak heran, cerita akan hal itu semua bertebaran dengan sangat bebas dan
beragama. Mulai dari yang bersifat doktrin, tafsir, dongeng, legenda
hingga pada penelusuran yang bersifat ilmiah. Dibandingkan dengan
berbagai makhluk lainnya, manusia memang sangat istimewa. Manusia yang
benar-benar menjadi aktor utama dalam kehidupan di jagat raya ini.
Pemimpin kolektif atas segala fasilitas kehidupan yang telah tersedia
secara ajaib di planet yang sangat istimewa pula ini.
Dalam serial diskusi tasawwuf modern kali ini, Agus Mustafa kembali
mengahadirkan buku yang sangat (selalu) kontrovesial. Tidak main-main,
beliau memberikan nama judul bukunya dengan “Ternyata Adam Dilahirkan”.
Menjadikan simpang siur pemahaman tentang penciptaan Adam meskipun
sama-sama bersumber pada Al-Qur’an (kita suci umat Islam). Menurut
penulis buku ini, kebanyakan umat Islam tidak mengambil ayat-ayat
Al-Qur’an secara utuh dan holistik yang akhirnya memunculkan pemahaman
yang sepotong-potong.
Pembahasan di dalam buku ini, Agus Mustafa, mengajak seluruh pembaca
untuk kembali membuka tirai gelap proses penciptaan Adam dan Hawa yang
juga tertuang dalam Al-Qur’an. Dengan harapan tidak bersikap apriori
terlebih dahulu terhadap sudut pandang baru (”negatif”) dalam memahami
hal ini. Pemahaman akan Al-Qur’an yang kebenarannya tidak diragukan lagi
seraya dibuktikan pula dengan penemuan-penemuan ilmiah termuktahir yang
selama ini justru diperoleh oleh ilmuwan-ilmuwan non-muslim.
Tidak dapat terelakkan lagi memang, perdebatan sengit seputar asal-usul
kehidupan makhluk hidup tidak akan pernah padam sepanjang sejarah
manusia masih terus berlangsung. Akan tetapi setidaknya akan terus hanya
terdapat dua kelompok besar dalam hal ini. Pertama adalah kelompok
agamawan dan yang kedua adalah kelompok ilmuwan. Pada masing-masing
kelompok juga tentunya terbagi dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil.
Dikalangan umat Islam sendiri misalnya, juga masih belum ada kesepakatan
tentang hal ini. Secara umum, kebanyakan umat Islam memiliki pandangan
bahwa Allah menciptakan manusia pertama dari tanah dengan mengucapkan
“kun“. Maka seketika itu pula terciptalah Adam. Sedangkan Hawa
(istrinya) diciptakan dari tulang rusuk dari dirinya yang kemudian
diucapkan pula oleh Allah “kun“.
Padahal, hasil penelusuran penulis buku ini, Al-Qur’an tidak pernah
menyebut bahwa Adam sebagai manusia pertama dan Hawa manusia kedua yang
diciptakan setelah Adam. Banyak ayat dalam Al-Qur’an jutsru memberi
indikasi kuat bahwa Adam dan Hawa adalah salah satu dari sekian banyak
species manusia yang telah ada pada waktu itu. Misalnya dalam QS.
Al-A’Raaf (7) ayat 10-11. begitu pula dalam QS. Ali Imran (3) ayat 33
dan masih banyak lagi dalam beberapa ayat-ayat lainnya.
Dari sini, sesungguhnya para pembaca kembali digugah kekritisannya dan
juga dituntut untuk terus mendiskusikan akan asal usul pencipataan
manusia sebagaimana Al-Qur’an telah memberikan “sinyal-sinyal” yang
tentunya menjadikan penasaran berat. Dan yang menarik, perkembangan ilmu
pengetahuan manusia semakin lama semakin mendekati “tirai pembatas”
kaburnya sejarah manusia itu sendiri.
Sebagaimana sejarah penciptaan manusia sendiri ternyata telah terekam
dalam DNA sebagai penyusun genetikanya. Dari sanalah misteri penciptaan
“manusia pertama” akan mulai terbongkar kembali. Dengan kebenaran
ayat-ayat Al-Qur’an yang tidak ada keranguan didalamnya serta dukungan
hasil penelitian ilmiah termuktahir, manusia bakal bertemu dengan sebuah
surprise tentang sejarah “drama superkolosal” di planet biru ini.
Versi Kedua
Catatan dari ‘Eden In The East, The Drowned Continent’ karya Stephen
OppenheimerPara ahli sejarah umumnya berpendapat bahwa Asia Tenggara
adalah kawasan ‘pinggir’ dalam sejarah peradaban manusia. Dengan kata
lain, peradaban Asia Tenggara bisa maju dan berkembang karena
imbas-imbas migrasi, perdagangan, dan efek-efek yang disebabkan
peradaban lain yang digolongkan lebih maju seperti Cina, India, Mesir,
dan lainnya. Buku Eden In The East yang ditulis Oppenheimer seolah
mencoba menjungkirbalikkan pendapat meinstream tersebut.
Oppenheimer mengemukakan pendapat bahwa justru peradaban-peradaban maju
di dunia merupakan buah karya manusia yang pada mulanya menghuni kawasan
yang kini menjadi Indonesia. Oppenheimer tidak main-main dalam
mengemukakan pendapat ini. Hipotesisnya disandarkan kepada sejumlah
kajian geologi, genetik, linguistik, etnografi, serta arkeologi.Gagasan
diaspora manusia dari kawasan Asia Tenggara dicoba untuk direkonstruksi
dari peristiwa di akhir zaman es (Last Glacial Maximum) pada sekitar
20.000 tahun yang lalu. Pada saat itu, permukaan laut berada pada
ketinggian 150 meter di bawah permukaan laut di zaman sekarang.
Kepulauan Indonesia bagian barat, masih menyatu dengan benua Asia
sebagai sebuah kawasan daratan maha luas yang disebut Paparan Sunda.
Ketika perlahan-lahan suhu bumi memanas, es di kedua kutub bumi mencair
dan menyebabkan naiknya permukaan air laut, sehingga timbul banjir
besar. Penelitian oseanografi menunjukan bahwa di Bumi ini pernah tiga
kali terjadi banjir besar pada 14.000, 11.000, dan 8.000 tahun yang
lalu. Banjir yang terakhir adalah peristiwa yang menyebabkan kenaikan
permukaan air laut hingga setinggi 8-11 meter dari tinggi permukaan
asalnya. Banjir tersebut mengakibatkan tenggelamnya sebagian besar
kawasan Paparan Sunda hingga terpisah-pisah menjadi pulau-pulau yang
kini kita kenal sebagai Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali.
Oppenheimer mengemukakan bahwa saat itu, kawasan Paparan Sunda telah
dihuni oleh manusia dalam jumlah besar. Karena itulah, menurutnya,
hampir semua kebudayaan dunia memiliki tradisi yang mengisahkan cerita
banjir besar yang menenggelamkan sebuah daratan. Kisah-kisah semacam
banjir Nabi Nuh as, olehnya dianggap sebagai salah satu bentuk transfer
informasi antar generasi manusia tentang peristiwa mahadahsyat tersebut.
Menurut Oppenheimer, setelah terjadinya banjir besar tersebut, menusia
mulai menyebar ke belahan bumi lainnya. Oppenheimer menyatakan bahwa
hipotesisnya ini disokong oleh rekonstruksi persebaran linguistik
terbaru yang dikemukakan Johanna Nichols. Nichols memang mencoba
mendekonstruksi persebaran bahasa Austronesia. Sebelumnya, Robert Blust
(linguis) dan Peter Bellwood (arkeolog) menyatakan bahwa persebaran
bahasa-bahasa Austronesi a berasal dari daratan Asia ke Formosa (Taiwan)
dan Cina Selatan (Yunnan) sebelum sampai ke Filipina, Indonesia,
kepulauan Pasifik dan Madagaskar. Nichols menyatakan konstruksi yang
terbalik di mana bahasa-bahasa Austronesia menyebar dari
Indonesia-Malaysia ke kawasan-kawasan lainnya dan menjadi induk dari
bahasa-bahasa dunia lainnya.
Oppenheimer berkeyakinan bahwa penduduk Malaysia, Sumatera, Jawa, dan
Kalimantan dewasa ini adalah keturunan dari para penghuni Paparan Sunda
yang tidak hijrah setelah tenggeamnya sebagian kawasan tersebut. Dengan
kata lain, ia hendak mengemukakan bahwa persebaran manusia di dunia
berasal dari kawasan ini.
Pendapatnya ia perkuat dengan mengemukakan analisa tentang adanya
kesamaan benda-benda neolitik di Sumeria dan Asia Tenggara yang
diketahui berusia 7.500 tahun. Kemudian ciri fisik pada patung-patung
peninggalan zaman Sumeria yang memiliki tipikal wajah lebar
(brachycepalis) ala oriental juga memperkuat hipotesis tersebut.
Oppenhimer juga yakin bahwa tokoh dalam kisah Gilgamesh yang dikisahkan
sebagai satu-satunya tokoh yang selamat dari banjir besar adalah
karakter yang sama dengan Nabi Nuh as dalam kitab Bible dan Qur’an yang
tak lain adalah karakter yang berhasil menyelamatkan diri dari banjir
besar yang menenggelamkan paparan Sunda. Legenda Babilonia tua
mengisahkan pula kedatangan tujuh cendekiawan dari timur yang membawa
keterampilan dan pengtahuan baru. Kisah yang sama terdapat pula di dalam
India kuno di Hindukush. Varian legenda semacam ini pun ternyata
tersebar di kepulauan Nusantara dan Pasifik.
Oppenheimer lebih lanjut mengemukakan bahwa kisah yang serupa dengan
kisah penciptaan Adam dan Hawa serta pertikaian Kain dan Abel (Qabil dan
Habil) ternyata dapat ditemukan di kawasan Asia Timur dan Kepulauan
Pasifik. Misalnya orang Maori di Selandia Baru, menyebut perempuan
pertama dengan nama ‘Eeve’. Kemudian di Papua Nugini, kisah yang serupa
dengan Kain dan Abel ada dalam wujud Kullabop dan Manip. Tradisi-tradisi
di kawasan ini juga mengemukakan bahwa manusia pertama di buat dari
tanah lempung yang berwarna merah.
Atas dasar berbagai hipotesis tersebut pula, Oppenheimer meyakini bahwa
Taman Eden yang disebut-sebut dalam Bible ada di Paparan Sunda.
Berbicara tentang Hipotesis Oppenheimer ini, saya juga jadi teringat
salah satu ayat dalam Kitab Genesis yang dengan jelasmenyebut bahwa Eden
ada di Timur. Mungkinkah Taman Eden memang berlokasi di Indonesia? Dan
Manusia Pertama pun ditempatkan Tuhan di Indonesia.
Bendera Cuma Naik Setengah Tiang
DETIK-DETIK PROKLAMASI DI BEBERAPA PROVINSI — PADANG – Peringatan detik-detik Proklamasi, Minggu (17/8) di berbagai wilayah Indonesia berlangsung lancar dan khidmat. Walau demikian, di sejumlah daerah sempat diwarnai insiden kecil dan kesalahan teknis, seperti di Sumbar, Gorontalo, Medan dan Aceh Barat.Di halaman kantor Gubernur Sumatera Barat, terjadi gangguan saat menaikkan Bendera Merah Putih oleh Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra). Begitu lagu Indonesia Raya usai dikumandangkan, ternyata bendera masih setengah tiang, tak bisa naik lagi.
Yang membuat pilu para remaja yang dipercaya menjadi pasukan pengibar bendera (Paskibra) menangis, meraung, bahkan ada yang pingsan. Ini gara-gara PNS yang mengurus tiang bendera tak bekerja maksimal. “Dek apak tu lalai, anak urang nan jadi korban,” kata seorang PNS.
Bendera Merah Putih tasakek di tengah tiang itu, kontan menjadi perhatian para peserta upacara, termasuk panitia dan anggota Paskibra. Bahkan, dua orang senior Paskibra yang bersafari langsung menuju tiang bendera untuk ikut memperbaiki bendera, untuk dikibarkan kembali hingga sempurna.
“Ini adalah kesalahan teknis, bukan kesalahan anak-anak kita. Mereka sudah melaksanakan tugas dengan baik, tapi ini perlu dievaluasi untuk diperbaiki ke depan,” pesan Gubernur Irwan Prayitno usai upacara.
Untuk itu Irwan berharap panitia dan pelatih benar-benar dapat membantu Paskibra untuk mengurangi kesalahan. “Ini kesalahan teknis tiang bendera tidak disiapkan sebaik-baiknya oleh panitia, sehingga ada tali yang terlilit dan mengganggu saat penarikan bendera,” tambahnya.
Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Barat, Ali Asmar meminta kejadian tersebut jangan pula dikait-kait dengan hal yang tidak masuk akal. Apalagi dikaitkan dengan kejadian-kejadian yang di luar kemampaun manusia.
“Ini murni insiden, jangan dikait-kaitkan pula dengan 2015 nanti ya. Sekarang biarkan anak-anak kita itu tenang dulu,” pinta Ali Asmar kepada Singgalang.
Prosesi upacara bendera tersebut semula cukup khidmad. Mulai dari amanat, sampai menyanyikan lagu Indonesia Raya dimulai. Bahkan, salah seorang peserta sempat berucap Alhamdulillah, ketika melihat posisi bendera tepat, merah di atas, putih di bawah. “Alhamdulillah,” desis Nini (45) pegawai Dispora Sumbar.
Namun, petaka itu datang setelah penggerekan bendara dimulai. Semula pasukan yang menggerek bendera sepertinya tidak ada masalah. Hanya saja begitu lagu Indonesia Raya habis dikumandangkan ternyata bendara masih setengah tiang. Kemudian mereka berupaya memperbaiki, dibantu dua senior. Menarik kembali ke bawah diperbaiki, kemudian kembali digerek hingga sempurna. Kejadian itu setidaknya berlangsung hingga 10 menit.
Informasi yang diperoleh dari beberapa senior Paskibra, pasukan mengalami kesulitan untuk menarik bendera sampai ke puncak. Karena tali penariknya terpilin ditiup angin.
Menangis
Usai pasukan dibubarkan, kondisi justru makin panik. Para panitia dan pasukan sontak terisak-isak. Sebagian tak sanggup menahan tangis, hingga pecah. Saling berpelukan, hingga akhirnya mereka menenangkan diri ke escape building kantor gubernur, dan diberikan bantuan perawatan darurat berupa terapi.
Lama juga mereka bersedih. Ada yang tidak sanggup menahan diri. Bahkan, satu siswa pembawa baki malah pingsan, kemudian dilarikan ke rumah sakit.
Seleksi
Siswa yang menjadi Paskibra di Kantor Gubernur Sumbar merupakan pilihan dari kabupaten/kota. Mereka diseleksi dari sekolah-sekolah, kemudian diutus ke provinsi. Setelah dilatih selama 16 hari di provinsi, mereka kemudian bertugas untuk melaksanakan upacara detik-detik Proklamasi 17 Agustus dan upacara penurunan bendera sore harinya.
Pasukan ini terdiri dari 54 orang siswa, ditambah dengan pasukan pengawal sebanyak 45 orang. Pasukan pengawal ini berasal dari TNI dan Polri.
Gorontalo
Insiden saat peringatan detik-detik Proklamasi 17 Agustus 2014 tidak hanya terjadi di Sumatera Barat, tetapi juga di sejumlah daerah, antara lain Gorontalo, Aceh Barat dan Medan. Bahkan di Istana Negara juga diwarnai hampir jatuhnya seorang anggota Paskibraka.
Di Gorontalo, kasusnya sama dengan di Sumbar. Bendera hanya mampu naik setengah tiang saja. Insiden itu terjadi ketika anggota Paskibra yang tengah menaikkan bendera, tak mampu mengantarkan bendera hingga hingga ke puncak tiang di halaman rumah dinas gubernur. Penyebabnya diduga tali bendera yang tersangkut di katrol, sehingga bendera tak mampu dinaikkan.
Melihat situasi tersebut, Paskibra kemudian menurunkan kembali bendera dan melipatnya, agar penghormatan bendera selesai dilakukan. Paskibra kemudian menaikkan bendera yang kedua kalinya dan tak lagi diiringi lagu Indonesia Raya serta tanpa penghormatan.
Upaya kedua pun tetap tidak berhasil, meski Dandim 1304 Gorontalo Letkol Inf. Blasius Popilus turun langsung mendampingi pengibaran bendera.
Sebagaimana dikutip republika.co.id, menghindari tali terputus dan bendera jatuh ke tanah, Paskibra memutuskan menghentikan upaya pengibaran dan membiarkan bendera berkibar setengah tiang.
Atas insiden tersebut, Dandim meminta maaf kepada seluruh pihak yang hadir, serta kepada masyarakat Gorontalo. “Tak ada pihak yang harus disalahkan, sepenuhnya ini adalah kesalahan saya,” ungkapnya.
Gagalnya pengibaran bendera tersebut membuat para anggota Paskibra menangis usai upacara.
“Saya Letkol Infanteri Blasius Popilus Dandim 1304 selaku koordinator lapangan upacara HUT Proklamasi minta maaf atas insiden yang terjadi,” ucapnya dengan penuh tanggung jawab usai upacara.
Ia justru memuji sikap anggota Paskibra yang dengan gagah telah melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. “Jika ada yang harus disalahkan, maka sayalah orangnya. Saya bertanggung jawab atas insiden ini,” ujarnya dan mendapat tepukan tangan peserta serta undangan yang hadir.
Sementara itu Gubernur Gorontalo Rusli Habibie mengatakan tak ada yang patut disalahkan. “Ini faktor teknis dan alam saja. Saya yakin tidak ada yang menginginkan insiden seperti ini terjadi. Saya juga percaya semua sudah melakukan yang terbaik,” ungkapnya.
Aceh Barat
Insiden hampir sama terjadi pula di Lapangan Teuku Umar, Meulaboh, Aceh Barat, Naggroe Aceh Darussalam. Bendera yang baru dinaikkan setinggi satu meter oleh anggota Paskibra sempat diturunkan kembali hingga dua kali karena tali melilit. Namun, karena tali yang melilit sulit diperbaiki, akhirnya bendera dinaikkan dengan kondisi seperti itu saja.
Bupati Aceh Barat TH Alaidin Syah yang menjadi inspektur upacara, menilai insiden kecil itu merupakan hal yang biasa, hanya kesalahan teknis.
Menurut dia, peristiwa itu tidak mengurangi kekhidmatan upacara peringatan HUT ke-69 Kemerdekaan RI di Bumi Teuku Umar itu. “Itu karena petugasnya tadi gugup. Padahal, kita sudah mempersiapkan latihan Paskibra jauh hari sebelumnya,” kata Alaidin kepada wartawan seusai upacara.
Alaidin yang dikutip Kompas.com mengaku, tidak hanya anggota paskibra yang merasa gugup, dirinya pun merasakan hal serupa.
Kapolres Aceh Barat AKBP Faisal Rivai mengatakan, bendera yang diturunkan hingga dua kali itu bukanlah sebuah insiden, melainkan kesalahan teknis yang dialami paskibra. “Kalau insiden itu, bendera putus atau sobek sehingga bendera tidak berhasil dikibarkan,” katanya.
Kendati demikian, Faisal berharap peristiwa ini menjadi catatan dan pembelajaran bagi Paskibra ke depan agar kejadian serupa tidak terulang.
Medan
Beda dengan di Sumbar, Gorontalo dan Aceh Barat, upacara peringatan detik-detik Proklamasi kemarin diwarnai dengan terlepasnya rok seorang anggota Paskibra di Lapangan Merdeka Medan. Insiden itu terjadi setelah tim Paskibra akan kembali ke posisi awal di sisi kanan pendopo.
Terlihat secara jelas rok perempuan tersebut nyaris lepas. Siswi yang diketahui bernama Dhea S Siregar asal Kabupaten Serdangbedagai ini terus memegang rok sambil berjalan agar tak terus melorot. Namun stocking berwarna putih yang ia kenakan sudah terlihat secara jelas.
Seorang ibu yang menonton proses upacara pengibaran bendera tersebut mengaku bingung mengapa hal tersebut bisa terjadi. “Kok bisa ya,” ujarnya heran, kepada Tribun Medan, kemarin.
Walaupun peristiwa tersebut cukup membuat heboh masyarakat, namun menurut wanita yang membawa serta keluarganya tersebut mengaku hal itu bisa saja terjadi. “Namanya juga lagi nahas. Tapi aku pun tak tau kok bisa kaya gitu,” ujar wanita yang sebelumnya ikut berebutan dengan warga untuk menyalami Gubernur Sumut, Gatot Purwo Nugroho.
Sejarah Pasaman
nah inilah sejarah singkatnya Pasaman,
Kabupaten Pasaman adalah salah satu kabupaten di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Ib kota kabupaten ini terletak di Lubuk Sikaping. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 3.947,23 km² dan berpenduduk sebanyak 252.981 jiwa menurut sensus penduduk tahun 2010.
Seperti wilayah Indonesia lainnya, Sumatera Barat, khususnya Pasaman pernah dikuasai oleh kolonial Belanda. Perang melawan penjajahan Belanda di Pasaman dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol yang dikenal dengan Perang Paderi (1821-1830). Karena terlalu banyak permasalahan di kubu Tuanku Imam Bonjol menyebabkan beliau dan pengikutnya mengalami kekalahan melawan Belanda.
Sumber pendapatan utama kabupaten Pasaman berasal dari subsektor tanaman pangan. Mesti demikian, Kabupaten Pasaman lebih dikenal karena produksi kelapa sawitnya. Pada tahun 2000, produksi kelapa sawit di kabupaten Pasaman tercatat sebanyak 788.446 ton. Jumlah tersebut dipanen dari areal seluas 78.387 hektare. Di samping kelapa sawit, kabupaten Pasaman juga dikenal akan produksi minyak nilamnya. Minyak nilam yang dihasilkan Pasaman, selain yang dihasilkan Kepulauan Mentawai, merupakan yang terbaik di dunia.
Pada Zaman kolonial Belanda kabupaten pasaman termasuk afdeling Agam, afdelling ini di kepalai oleh Asisten Residen pada zaman Belanda Dahulunya yaitu afdelling Agam, nah afdelling Agam ini di bagi lagi menjadi 4 onder afdelling yaitu:
- Agam Tuo
- Maninjau
- Lubuk Sikaping
- Ohpir
* Distrik Lubuk Sikaping terdiri dari
- Onder Distrik Lubuk Sikaping
- Onder Distrik Bonjol
- Onder Distrik Rao
- Onder Distrik Silayang
- Onder Distrik Talu
- Onder Distrik Suka Menanti
- Onder Distrik Air Bangis
- Onder Distrik Ujung Gading
- Kewedanaan Lubuk Sikaping
- Kewedanaan Talu
- Kewedanaan Air Bangis
dengan pusat pemerintahan
Kabupaten Pasaman di Talu. Pada Agustus 1947 sewaktu Basyrah Lubis
menjadi Bupati maka ibu kota Kabupaten Pasaman dipindahkan ke Lubuk
Sikaping.
Untuk mewujudkan
aspirasi masyarakat dalam percepatan pelayanan pemerintahan, maka
wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Pasaman dimekarkan menjadi 2
(dua) wilayah pemerintahan kabupaten yang ditetapkan dengan
Undang-Undang No: 36 Tahun 2003, yaitu Kabupaten Pasaman dan Kabupaten
Pasaman Barat.
Hari Jadi Pasaman
Melihat dari perkembangan
pembentukan Kabupaten Pasaman dari zaman Belanda hingga zaman
Kemerdekaan, maka dibentuk suatu Tim untuk merumuskan hari jadi
Kabupaten Pasaman. Dengan mengacu pada perkembangan sejarah,
dalam menjalankan roda pemerintahan, pernah dikeluarkan keputusan
Residen Sumatera Barat No. R.I/I tanggal 8 Oktober 1945 menetapkan
sebagai berikut :
- Luhak Kecil Talu : Abdul Rahman gelar Sutan Larangan.
Mengacu pada keputusan tersebut, Tim yang dibentuk merumuskan dan DPRD Kabupaten Pasaman mengeluarkan keputusan No.11 /KPTS /DPR/PAS/ 1992 tanggal 22 Pebruari 1992 dilanjutkan surat keputusan Bupati Kabupaten Pasaman no. 188.45/81/BUPAS/1992 tanggal 26 Pebruari 1992 ditetapkanlah hari jadi Kabupaten Pasaman pada tanggal 8 Oktober 1945.
Mengacu pada keputusan tersebut, Tim yang dibentuk merumuskan dan DPRD Kabupaten Pasaman mengeluarkan keputusan No.11 /KPTS /DPR/PAS/ 1992 tanggal 22 Pebruari 1992 dilanjutkan surat keputusan Bupati Kabupaten Pasaman no. 188.45/81/BUPAS/1992 tanggal 26 Pebruari 1992 ditetapkanlah hari jadi Kabupaten Pasaman pada tanggal 8 Oktober 1945.